Mau Iktikaf di Bulan Ramadhan? Ini Lamanya Waktu Iktikaf Menurut Empat Imam Madzhab?
Sumber: Republika
NYANTRI--Bersandar pada dalil nash dan kesepakatan para ulama bahwa iktikaf itu dianjurkan karena bertujuan untuk membersihkan hati dengan niat karena mengharap ridha Allah subhana wa ta’ala. Rasulullah sallallahu ‘alahi wa sallam mencontohkannya sepanjang hidup pada sepulah terakhir pada bulan ramadlan, sampai kemudian beliau wafat. Pada malam kesepuluh tersebut juga diyakini sebagai malam yang salah satunya akan turun malam lailatul qadar, yaitu lebih baik dari seribu bulan. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Qadr ayat 3:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.”
Berkenaan dengan kapan minimal waktu iktikaf yang dianjurkan oleh para Ulama? Di bawah ini merupakan beberapa pendapat imam madzhab tentang waktunya. Pada dasarnya Iktikaf itu disunnahkan dilakukan di setiap waktu, baik bulan Ramadlan atau selain bulan tersebut.
Menurut kalangan Hanafiyyah minimal waktu iktikaf itu sebentar yang tidak terbatas waktunya, Asal berdiam diri di masjid dan dilakukan dengan niat yang telah ditentukan. Madzhab ini juga tidak mensyaratkan puasa di dalam sunnah iktikaf. Seseorang dapat melakukan satu bagian dari ibadah dalam beriktikaf, berapapun.
Berbeda dengan pendapat Madzhab Maliki, waktu iktikaf batas minimalnya adalah sehari-semalam. Namun, seyogyanya seseorang tidak kurang dari sepuluh hari dalam beriktikaf. Dalam madzhab ini mewajibkan secara mutlak puasa, baik pada bulan ramdlan atau tidak. Maka tidak sah iktikafnya tanpa puasa walaupun dalam keadaan udzur. Maka apabila tidak mampu, seseorang tidak mendapatkan kesunnahan iktikaf.
Kalanga Imam Syafi’i berpendapat tidak jauh berbeda dengan Imam Abu Hanafi, bahwa Iktikaf itu cukup dilakukan dengan berdiam sementara dengan kadar lebih dari satu tuma’ninah dalam ruku’ atau sebagainya, seseorang tidak wajib berdiam dengan kadar waktu lama di dalam masjid, asal dilakukan dengan niat iktikaf, seseorang sudah mendapatkan kesunnahan tersebut.
Menurut Madzhab Hanbali, paling sedikit seseorang dikatakan beriktikaf adalah sepanjang waktu, artinya waktu di mana ia bisa dinamakan menetap, walaupun hanya sebentar.
Dari pendapat di atas, mayoritas ulama berpendat bahwa waktu iktikaf dilakukan sebentar, dengan catatan berniat dan menetap di masjid. Hanya Imam Malik yang mempunyai pendapat berbeda bahwa minimal waktu iktikaf adalah sehari-semalam.
Sumber: Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Demaskus: Dar al-Fikrm 1997), 1752.
Penulis: Ahmad Fatoni