Hal-Hal yang Dianjurkan dalam Melaksanakan Itikaf
Sumber: Republika
NYANTRI--Itikaf merupakan interakasi manusia kepada Allah subhana wa ta’ala. Maka seseorang perlu hal yang baik yang disukai oleh Allah dalam melakukannya, sehingga ketenangan hati akan timbul serta ibadahnya diterima oleh Allah subhana wa ta’ala. Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu menjelaskan bahwa paling tidak ada enam hal yang dianjurkan dalam beritikaf:
1. Dianjurkan kepada seseorang yang melakukan itikaf untuk menyibukkan diri dalam solat pada siang dan malam sesuai kadar kemampuannya, membaca al-Qur’an, dzikir kepada Allah, seperti membaca laailaaha illallaah, istighfar, berfikir tentang kebesaran langit dan bumi serta hukum-hukum alam yang ditetapkan di dalamnya, bersolawat kepada kanjeng Nabi, mengangan-angan makna al-Qur’an, belajar hadith, sirah, kisah-kisah para nabi serta cerita para sholihin, kemudian belajar ilmu, dan sebagainya yang berkenaan dengan perilaku taat dengan didasari keikhlasan.
2. Disunnahkan untuk berpuasa bagi orang yang melakukan itikaf menurut jumhur ulama yang tidak mensyaratkan puasa dalam beriktikaf, kecuali Imam Malik yang menjadikan puasa sebagai syarat.
3. Disunnahkan untuk melakukan iktikaf di masjid jami’ menurut Imam Malik. Berbeda pendapat dengan Imam Syafi’i yang tidak mensyaratkan harus masjid Jami. Masjid yang paling utama sebagai tempat i’tikaf adalah, Masjid al-Haram, Masjid Nabawi, Masjid al-Aqsha.
4. Disunnahkan untuk melakukan i’tikaf di bulan ramadlan, karena termasuk dari bulan yang paling utama, khususnya pada sepuluh hari terakhir dari bulan itu, di dalamnya terdapat malam lailatul qadar, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Seperti dijelaskan dalam sebuah hadith yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu bahwa: “Nabi ketika memasuki hari kesepuluh terakhir (bulan ramadlan), ia menghidupkan malam-malam tersebut, membangunkan keluarganya dan mengencangkan kain sarungnya.”
5. Disunnahkan untuk bediam diri dengan niat i’tikaf pada malam ‘idul fitri disambung dengan i’tikaf pada 10 hari terakhir bulan ramadlan. Hal ini, bersandar kepada hadith yang diriwayatkan oleh ibnu Majah tentang keutamaan menghidupkan malam tersebut: “barang siapa yang menghidupkan kedua malam ‘id, maka hati orang tersebut tidak akan mati pada hari di mana semua hati mati. Dalam artian Allah akan menetapkan keimanan pada dirinya ketika naza’, menghadapi pertanyaan dua malaikat dan cobaan pada hari kiamat.”
6. Seseorang yang iktikaf disunnahkan untuk tidak berbicara dan melakukan hal yang tidak bermanfaat serta sebaiknya tidak memperbanyak berbicara, karena barangsiapa yang memperbanyak (bicara sesuatu hal yang tidak penting) dia akan terjatuh (pada kesalahan). Seperti halnya dalam sebuah hadith dijelaskan bahwa: “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat.”
Wallahu a’lam
Sumber: Syekh Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (Demaskus, Dar al-Fikr, 1997), 1772-1773.
Penulis: Ahmad Fatoni