Lima Petuah Nabi tentang Perdamaian
NYANTRI--Damai dalam al-Qur’an sangat diutamakan, karena perdamaian merupakan perilaku mulia dalam hubungan antar manusia. Rasulullah mencontohkan perdamaian dari segala aspek, terutama dalam dakwahnya. Dalam catatan sejarah bahwa Nabi pernah berdakwah kepada Raja Romawi yang bernama Heraklikus dengan menggunakan Surat. Mengajak kepada jalan yang benar. Tidak dengan kekerasan, sebagaimana penjelasan al-Qur’an terkait metode dakwah bahwa, seseorang dalam berdakwah hendaknya dimulai dengan hikmah, artinya berdakwah dengan mengenal terlebih dahulu tujuan dan mengenal sasaran dakwahnya. Kemudian menggunakan metode mau’idzatul hasanah memberikan kepuasan terhadap jiwa seseorang yang menjadi sasaran dakwah dengen memberikan pengajaran, nasihat dan teladan, lalu wa jaa dilhum billatii hiya ahsan, artinya berdialog tanpa melukai perasaan.
Jika dalam Islam terdapat perintah untuk berperang, hal itu dalam kodisi tertentu, intinya ketika umat Islam mendapatkan ancaman dari musuh, non-islam. Selain itu kultur masyarakat berbeda-beda. Begitu juga pada zaman Nabi, kelompok masyarakat cenderung berperang. Sehingga apabila terdapat suatu ancaman bagi suatu kelompok, maka jalan satu-satunya adalah berperang. Tradisi seperti ini yang diperbiki oleh Nabi Muhammad dengan akhlak al-karimah yang dicontohkan oleh beliau.
Fenomena masyarakat saat ini adalah menghujat satu sama lain di media sosial atau akun youtube pribadi seseorang dengan membeberkan kejelekan tersebut di hadapan publk. Tentu ada nilai positif dan negative di dalamnya. Salah satu contoh adalah maraknya kecaman terhadap Dukun yang berkedok agama. Dukun semacam ini tidak boleh dibiarkan. Kasus semacam ini tidak hanya satu kali. Perdebatan kerap terjadi di media tanpa tahu titik kebenarannya.
Ahmad Muhammad al-Hufi dalam Kitabnya yang berjudul Min Akhlak an-Nabi menjelaskan tentang anjuran Nabi untuk selalu berdamai. Ada 5 petuah yang dikumpulkan oleh al-Hufi: (Al-Hufi, 223-224)
Rasulullah bersabda:
1. إياكم و سوء ذات البين، فإنها الحالقة
“Takutilah hubungan yang tidak baik. Sesungguhnya hubungan yang tidak baik adalah bencana yang mematikan”.
2. أفضل الصدقة إصلاح ذات البين
“Sedekah yang utama adalah memperbaiki hubungan buruk”.
3. ألا أدلكم على صدقة يحبها الله و رسوله : إصلاح ذات البين إذا تفاسدوا
“Ingatlah, kamu akan diberi petunjuk bahwa sedekah yang disukai Allah dan Rasul-Nya adalah memperbaiki hubungan jika mereka saling merusak hubungan”.
4. ليس الكذاب الذي يصلح بين الناس فينمى خيرا
“Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan antara manusia dan menumbuhkan kebaikan”
5. إقتتل أهل قباء حتى تراموا بالحجارة، فأخبر رسول الله بذلك، فقال : اذهبوا بنا نصلح بينهم
“Para penduduk Quba berselisih sehingga mereka saling melempar batu, ketika Rasulullah sallallahu ‘alahi wa sallam diberitahu, beliau berkata: Mari kita pergi untuk mendamaikan mereka”.
Nabi Muhammad kerap mendapat gangguan dari bangsanya sendiri, yaitu suku Quraisy. Akan tetapi, beliau menyikapinya dengan cara damai. Ketika masih di Makkah, beliau mengajak orang Quraish untuk berdamai, pada saat itu pengikut Nabi masih sedikit. Orang yang berikrar kepada agama Islam pada saat itu tidak dilalui dengan jalan kekerasan, seperti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, serta para Khulafaur Rasyidin.
Rasulullah juga mendukung serta melestarikan perdamaian yang pernah dilakukan oleh bangsa Quraish pada saat terjadinya perang Fijar, yang mana bangsa Quraisy mengadakan persekutuan dalam meuwujudkan perdamaian di kota Mekah. Mereka menyebutnya dengan hilf al-Fudhul. Kejadian ini terjadi sebelum masa kenabin, yaitau pada Abad ke-7. Nabi Muhammad ikut bersama pamannya dalam perundingan ini. (Muhammad Khadri Bik, 14)
Ketika umat Islam mulai menguat, Nabi Muhammad tetap mengajak perdamaian dengan kafir Quraish yang ngotot menyerang Nabi Muhammad dan pengikutnya. Di Madinah beliau juga berdamai dengan non-muslim dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Mereka hidup berdampingan.
Dengan adanya anjuran ini, sebaikan seseorang seharusnya mengutamakan perdamaian dalam menghadapi konflik dengan cara berdialog tanpa mempermalukan satu sama lain di depan umum. Seperti halnya kerap terjadi di media akhir-akhir ini. Wallahu A’lam.
Sumber:
Ahmad Muhammad al-Hufi, Min Akhlak al-Nabi, (Kairo: t.p. 1994) 223-224
Muhammad Khadri Bik, Nurul Yaqin, (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2010).
Ahmad Fatoni