Kasih Sayang Nabi Muhammad terhadap Umatnya
NYANTRI--Hakikat kemerdekaan adalah terlepas dari penindasan Hak Asasi Manusia (HAM). Maka apabila Hak Asasi Manusia ditindas, kehidupan tidak lah merdeka. Manusia senantiasa saling bersikap kasih sayang. Seperti halnya dikutip oleh Imam al-Hufi dalam kitabnya Min Akhlaq an-Nabi. Banyak sekali akhlak Nabi yang ditunjukkan kepada umatnya, salah satunya adalah sifat kasih sayang Rasulullah kepada seseorang dari banyak kalangan.
Sebelum menerangkan bagaimana sikap Rasulullah terhadap manusia, kita harus tahu makna kasih sayang itu sendiri. Kasih sayang dalam bahasa Arab dikenal dengan rahmat yang mana kata ini diambil dari kata ar-ruhmi atau ar-rihmi yang berarti kerabat dan sumber dari semua itu adalah rahim, yang berarti kandungan.
Dalam al-Qur’an bertebaran kata rahmat karena menjadi salah satu sifat Allah. Semisal dalam Q.S. al-A’raf; 56, Q.S al-Baqarah; 64 dan Q.S. al-Kahfi; 58. Begitu juga dengan Nabi, beberapa kali ia disifati oleh Allah dengan Rahmat. Seperti dalam Q.S. Ali ‘Imran; 159.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Dalam Q.S. at-Taubah; 128
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
Dalam Q.S. al-Anbiya; 107
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”
Di kalangan para sahabatnya, beliau dikenal sebagai orang yang bersikap menentramkan, penuh kasih sayang dan toleran. Pernah suatu kali Umar bin Khattab menemui Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu Rasul sedang menerima tamu beberapa perempuan Quraish. Mereka mengajukan beberapa pertanyaan. Namun ketika Umar bin Khattab datang, mereka lari ke balik tabir. Umar mendapai Rasulullah tertawa. Karena keheranan, Umar bertanya: Wahai Rasulullah, mengapa engkau tertawa? Beliau menjawab: Aku heran melihar mereka, ketika mendengar suaramu, mereka langsung ke balik tirai. Umar berkata: sesungguhnya engkau lebih pantas disegani. Umar menghadap ke mereka yag berada di balik tirai dan berkata: Wahai perempuan-perempuan yang memusuhi diri sendiri, apakah kalian takut kepadaku dan tidak takut kepada Rasulullah? Mereka menjawab: Ya arena engkau lebih kasar dari Rasulullah.
Dari cerita tersebut bisa diambil kesimpulan jika Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang mempunyai sifat kasih sayang. Kasih sayang Rasulullah tidak hanya berlaku kepada seorang muslim saja, akan tetapi berlaku kepada orang non-muslim. Salah satu cerita yang dapat diambil ibrah oleh kita adalah kasih sayangnya terhadap kaum muslim yang miskin. Sebagaimana Hadith berikut.
أتاه سبي، فشكت اليه فاطمة ما تلقى من مشقة في خديمة بيتها. و طلبت منه خادما من السبي يكفيها مؤنة بيتها؛ فأمرها أن تستعين بالتسبيح و التكبير و التحميد، و قال: لا أعطيك خادما، و أدع أهل الصفة تطوى بطونهم من الجوع لا أجد م أنفق عليهم ، و لكن أبيعهم السبي—و انفق عليهم—على اهل الصفة—أثامنهم.
“Suatu hari Fatimah mengadu kepada Rasulullah tentang kesusahannya dalam mengurus rumah tangganya. Karena itu ia meminta kepada Ayahnya untuk menghadiahinya seorang pembantu dari tawanan perang. Sang Ayah ternyata tidak mengabulkan permintaan putrinya. Beliau menyuruh Fatimah untuk membaca tasbih, tahmid dan takbir. Beliah berkata: anakku, aku tak bisa memberimu seorang pembantu, sedang aku membiarkan para ahli Suffah melipat perut mereka karena kelaparan, sebab aku tak punya apa-apa untuk memberi sedekah kepada mereka. Maka aku akan menjual tawanan untuk diberikan kepada mereka.”
Sekilas, Nabi lebih sayang kepada kaum muslim melebihi anaknya sendiri. Akan tetapi pada dasarnya beliau menimbangnya dari sisi kebutuhan mendesak serang muslim yang sedang kelaparan. Tentunya, cerita tersebut mengandung ibrah, bahwa beliau sangat memperhatikan kehidupan orang muslim. Perhatian ini jarang terjadi pada pemimpun sekarang. Kebanyakan kepentingan pribadi atau kelompoknya yang diutamakan dari pada kepentingan orang banyak.
Selain itu terdapat banyak contoh terkait kasih sayang Nabi terhadap orang Non-Muslim. Banyak sekali cerita-cerita Nabi yang tetap lapang hati terhadap orang kafir yang memusuhinya, padahal Nabi telah dicerca, dimaki dan disakiti. Salah satu ceritanya adalah sebagaimana berikut:
لما اسلم ثمامة بن اثال أقسم لأهل مكة أنه ان يرسل إليهم حبة حنطة من اليمامة حتى يأذن رسول الله. ثم عاد الى اليمامة، فمنع قومه ان يحملوا إلى مكة شيأ، فكتبوا إلى النبي يقولون إنك تأمر بصلة الرحم. فكتب الى ثمامة أن يخلى بين قومه و بين الحمل الى اهل المكة.
“ketika Tshumamah bin Atsal masuk Islam, ia berjanji tidak akan mengirimkan gandum dari Yamamah ke penduduk Makkah sebelum mendapat izin dari Rasulullah. Tsumamah kembali ke Yamamah dan melarang kaumnya untuk mengirim gandum ke Makkah. Orang Quraisy lalu mengirimkan surat kepada Rasulullah, menceritakan apa yang terjadi. Setelah itu beliau mengirimkan surat ke Tsumamah supaya membiarkan kaumnya membawa sesuatu ke Makkah.”
Dari cerita ini, beliau paham sekali bahwa kemanusian adalah penting. Meski mereka adalah orang Non-Muslim jika terdapat kemungkinan untuk berbuat baik, tetap berbuat baik. Rasulullah sering diberikan sikap tidak baik oleh bangsa Quraisy akan tetapi ia tetap berbaik hati untuk membiarkan mereka mendapatkan gandum dari Tsumamah. Fakta yang terjadi adalah, ketika terdapat permusuhan maka salah satu dari mereka memboikot dengan menutup akses perekonomian dan sebagainya dengan tujuan agar Negara tersebut menjadi kesulitan dan dilanda kelaparan. Berbeda dengan Rasulllah, ia tetap dengan lapang dada memberikan perlindungan kepada orang-orang non muslim dan kafir Quraisy pada zaman dulu. Adakah pemerintahan yang seperti Rasulullah pada era sekarang? Seharusnya Rasulullah menjadi tauladan bagi meraka. Wallahu a’lam.
Disarikan dari kitab Min Akhlaq an-Nabi karya Ahmad Muhammad al-Hufi
Penulis: Ahmad Fatoni