Hakikat Zuhud Menurut Rasulullah
Sumber: Republika
NYANTRI--Zuhud seringkali disalah artikan oleh masyarakat luas. Setiap melihat orang yang berpenampilan apa adanya, dia enggan terhadap gemerlap dunia. Ia dikatakan dengan zuhud. Padahal secara Zuhud tidak selamanya mengandung arti sebagaimana tersebut. Zuhud bisa disandang oleh orang yang bergelimangan harta, akan tetapi dia selalu merasa bahwa harta tersebut merupakan titipan dari Allah. Harta itu adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah.
Syekh Abu Bakar Syatha dalam kitabnya Kifayah al-Atqiya menjelaskan bahwa zuhud adalah kosongnya hati dari harta duniawi berdasarkan kadar kebutuhan (mubah). Apabila terdapat harta halal yang banyak, maka seseorang perlu ingat dengan hatinya, bahwa harta tersebut adalah milik Alllah. Sesungguhnya Allah ta’ala meletakkan harta kepadanya atas dasar pinjaman secara murni. Allah akan mengambilnya kapan ia berkehendak.
Menurut Imam al-Hufi arti Zuhud adalah tak berhasrat kepada hal yang mubah padahl ia mampu mendapatkannya atau lebih mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingannya diri sendiri. Orang yang tidak bisa mendapatkan hal mubah karena tidak mampu, maka hal itu tidak dikatakan dengan zuhud sebab ada keterpakasaan. Jika Zuhud dilakukan semata-mata ingin menundukkan nafsu tanpa memberikan manfaat bagi umat, maka hal itu juga bukan zuhud melainkan rahbaniyah (kependetaan) yang dilarang dalam Islam.
Maka zuhud bisa diartikan bahwa mengkosongkan harta dalam hati dengan kadar ia mampu membeli hal yang mubah akan tetapi dia tidak berhasrat karena ada hal yang lebih penting, yaitu harta tersebut disalurkan kepada hal yang bermanfaat bagi orang lain. Ia sadar jika semua itu adalah titipan Allah, sehingga apabila diambil oleh Allah, sama sekali tidak ada kesedihan dalam dirinya.
Rasulullah merupakan sosok yang tidak ada tandingnya di dunia ini, beliau adalah orang yang zuhud. Hasratnya dalam harta, beliau kubur dalam-dalam, yang tersisa adalah kepentingan orang banyak. Beliau juga mengajarkan kepada para sahabatnya untuk tidak tunduk pada hawa nafsu, senantiasa tidak hidup dengan mewah dan bermegah-megahan. Hal itu diteladani oleh sahabat Abu Bakar, Umar, Uthman dan Ali.
Manifestasi kezuhudan Nabi dalam harta benda dengan bukti jika beliau tidak pernah memonopoli harta benda dari hasil rampasan perang, Fa’I, pajak, sedekah dan hadiah. Beliau hanya mengambil seperlima. Beliau bersabda:
ما يسرني ان لي احدا ذهبا يبيت عندي منه دينار إلا دينارا أرصده لديني
“Aku tidak akan senang mempunyai emas sebesar gunung uhud. Tak ada dinar emas yang kusimpan kecuali satu dinar yang kusimpan untuk melunasi utangku.”
Suatu hari juga Nabi pernah menerima dinar sangat banyak, Tapi dibagi-bagikan oleh beliau. Tingga enam dinar yang beliau berikan kepada istrinya. Namun beliau tidak bisa tidur karena dinar yang ada di istrinya, sehingga beliau membagi-bagikan dinar tersebut kepada orang-orang. Baru kemudian beliau bisa tidur.
Teladan beliau itu juga ditiru oleh kalangan ulama di Indonesia. Seperti Gus Dur yang dikenal dengan si kantong bolong, yang mana beliau tidak pernah memegang uang. Uang yang beliau dapatkan akan raib tidak lama ia mendapatkannya. Dalam artian diberikan kepada orang yang membutuhkan. Padahal bisa saja ia nikmati sendiri.
Dalam hal pakaian Nabi Muhammad juga tidak muluk-muluk, beliau sangat sederhana dan memakai pakaian apapun yang mudah didapat, kadang memakai dari bulu, katun, tila, burud yamniyyah, jubah kuba, gamis, celana, kain, sepatu dan sandal.
Ketika wafat, Aisyah pernah mengeluarkan baju bulu dan kain sarung yang tebal, ia berkata: “Rasulullah wafat sedang memakai baju dan sarung ini.”
Hal itu mendandakan jika beliau tidak menggunakan kain-kain mahal, seperti kain sutra. Meski sederhana, beliau tidak semerta-merta sembarangan. Beliau tetap berpakain dengan bersih dan wangi. Beliau suka wewangian dan tubuh yang bersih serta rapi. Maka beliau selalu punya koleksi wewangian yang sering beliau pakai. Maka dari itu beliau tidak pernah menolak hadiah minyak wewangian.
Ada dua petuah Nabi dalam hal zuhud sebagaimana yang beliau sabdakan:
إذا حضر احدكم إلا من فضل عليه في المال و الخلق فلينظر إلى من أسفل منه، فهو أجدر ألا تزدروا نعمة الله تعالى عليكم
“Apabila salah satu dari kalian melihat seseorang diberi kelebihan dengan harta dan perawakan, hendaklah ia melihat yang lebih rendah darinya, yang demikian supaya kalian tidak meremehkan nikmat Allah.”
Selain itu beliau berpesan untuk selalu mempunyai sifat qanaah:
عليكم بالقناعة فإن القناعة مال لا ينفد
“Bersihkanlah kalian dengan qanaah. Sesungguhnya qanaah itu adalah harta yang tak kunjung habis.”
Wallahu a’lam
Disarikan dari Imam al-Hufi, Min Akhlak an-Nabi, hlm 255
Ahmad Fatoni