Humor Santri: Akal-Akalan Ali Imron pada Kiainya
Sumber: NU Online
NYANTRI--Sudah menjadi tradisi di pesantren, ketika ada santri yang mau mondok ataupun sekedar mau ikut ngaji balagh ramadhan (ngaji musiman pada bulan ramadhan) sowan kepada pengasuh terlebih dahulu. Seperti kisah tiga santri, yaitu Ashri, Falaq dan Ali Imron yang ingin mengikuti ngaji musiman/balagh ramadhan dan kebetulan datang secara berbarengan.
Mereka bertiga kemudian sowan kepada kiai. Setelah menghadap, ketiga santri itu ditanya oleh sang Kiai. Yang pertama ditanya adalah Ashri.
“Siapa namamu?” tanya Kiai.
“Nama saya Ashri, Kiai,” jawabnya dengan penuh takdzim.
“Oh, nama surat dalam Al-Qur’an, ya?”
“Iya, Kiai.”
“Nama yang bagus. Kalau nama kamu Ashri, sudah sepantasnya kamu hafal surat al-‘Ashri. Kamu hafal tidak?” tanyai Kiai lagi.
“Hafal, Kiai.”
“Coba kamu baca,” pinta Kiai.
Tak menunggu lama, ia pun membaca surat al-‘Ashri dengan begitu lancar. Memang rata-rata muslim Indonesia hafal dengan surat yang satu ini, karena selain suratnya pendek, juga sering dibaca saat sholat. Santri pertama ini pun lulus dengan ujian dadakan ini. Kiai memujinya, karena sudah sepantasnya ia hafal surat yang menjadi namanya.
Kemudian pertanyaan berlanjut kepada santri kedua.
“Kalau kamu, siapa namanya?” tanya Kiai pada santri kedua itu.
“Nama saya Falaq, Kiai” jawabnya.
“Nama surat dalam Al-Qur’an lagi?”
“Iya, Kiai”
“Kalau kamu hafal apa tidak suratnya?” tanya Kiai lagi.
“Hafal, Kiai.”
“Coba baca sekarang.” Pinta Kiai pada Falaq.
Santri kedua ini pun langsung membaca surat al-Falaq dengan lancar. Karena surat ini juga surat yang kebanyakan orang muslim di Indonesia hafal dan sering membawakannya di dalam sholat. Santri kedua juga lulus dari ujian mendadak ini. Karena sudah sepatutnya ia hafal surat yang menjadi namanya.
Setelah dua santri itu lulus ujian dadakan dari sang Kiai, santri ketiga pun jadi deg-degan, keringatnya bercucuran. Kini ujian itu juga akan ia alami.
“Lha, kalau kamu, siapa namanya?” tanya Kiai pada santri yang ketiga itu.
Santri itu hanya terdiam saat ditanya oleh Kiai. Raut wajahnya seketika layu dan menunduk seraya bibir bawah menggigit bibir atasnya. Maklum, namanya Ali-Imron, salah satu surat yang panjang dalam Al-Qur’an. Dan kabar buruknya: ia tidak hafal.
Kini Ali Imron tengah memutar otak untuk mencari jalan keluar agar bisa lulus juga dari ujian ini.
Karena belum dijawab oleh santri itu, sang Kiai pun mengulangi pertanyaannya.
“Siapa Namamu?”
Setelah sekian menit ia terdiam dan memikirkan cara agar bisa lulus dari ujian ini, akhirnya ia mengangkat wajahnya dan siap dengan pertanyaan dari sang Kiai.
“Siapa namamu? Kenapa diam saja?” tanya Kiai ketiga kalinya.
“Anu Kiai, nama saya Ali Imron, tapi panggilannya Qulhu.” jawabnya dengan lugu.
Mendengar jawaban itu, sang Kiai pun tertawa. Ia tahu itu hanya akal-akalan dari sang santri agar tak disuruh membaca surat Ali Imron yang panjang.
“Ceritanya bagaimana, kok bisa dipanggil Qulhu?” tanya sang Kiai lagi.
“Anu, Pak Kiai, keluarga saya itu NU yang suka tahlilan. Nah, di dalam tahlil itu ada bacaan surat al-Ikhlas (Qulhu) yang saya hafal dan sering membacanya di dalam sholat. Saking seringnya membaca Qulhu, teman-teman saya sampai memanggil saya Qulhu. Begitu Kiai.” Jawab Imron sambil garuk-garuk kepala.
“Oh, kalau begitu, sudah benar kamu, Hu, Qulhu.” Kata sang Kiai, sambil tertawa setelah mendengar alasan dari Imron.
Akhirnya Ali Imron hanya disuruh membaca surat al-Ikhlas atau yang sering disebut Qulhu itu. Ia pun lulus dari ujian dadakan itu, berkah dari sering membaca surat Qulhu (al-Ikhlas).
Sumber: pesantren.id
Yofi Suma Bitra