Home > Agama

Sifat Hilm Rasullullah yang Perlu Ditiru Saat Kita Marah

Rasulullah sosok yang berlapang hati besar
Ilustrasi
Ilustrasi

Sumber: republika

NYANTRI--Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam adalah gudang dari sifat akhlak al-karimah, dari jujur, cerdas dan yang lainnya. Salah satunya adalah mempunyai sifat hilm, yaitu sifat lapang hati yang jarang manusia punya. Beliau adalah sosok sempurna dalam lapang hati. Terlebih dahulu kita memahami bahwa jika naluri apabila dikuasai oleh lapang hati, ia akan menjadi sifat utama.

Naluri adalah sebuah kemarahan yang mendorong seseorang untuk menolak atau balas dengan terhadap gangguan yang menyakitkan sebelum atau setelah terjadi. Naluri tidak akan tenang sebelum bisa membalasnya. Kasus seperti ini sering terjadi di tengah masyarakat. Karena hilangnya kelapangan dalam hati, ia dapat saling membunuh atas dasar balas dendam atau kebencian. Sebagaimana kasus yang sedang ramai sekarang, Ferdi Sambo yang marah karena istirinya dilecehkan membuat dia meluapkan amarahnya untuk membunuh si pelaku. Padahal jika ia bisa lapang hati maka malapetaka yang lebih besar tidak akan datang.

Bisa dipastikan jika sifat tersebut sangat sulit dilakukan oleh seseorang. Naluri marah ada tiga menurut imam al-Ghazali itu. Pertama adalah tingkatan yang paling lemah,ketika naluri tersebut lemah atau hilang. Orang tersebut tidak mempunyai gairah apapun terhadap kemarahan itu. Maka, Imam Syafi’I berkata:

قال الإمام الشفعي: من استغضب فلم يغضب فهو حمار

Artinya: Barangsiapa yang dirangsang marahnya tapi ia tidak marah maka dia itu adalah keledai.

Maksudnya adalah orang yang berada dalam keadaan dia marah akan tetapi tidak terusik sama sekali untuk marah. Semisal tidak terusik sama sekali pada sesuatu yang hina yang ada di depan matanya.

Kedua adalah kemarahan yang melewati batas. Naluri ini berdampak buruk pada diri seseorang karena tidak dapat menerima nasehat dari orang lain. Sifat tersebut ada karena bawaan atau karena lingkungan sehingga terbentuk dalam dirinya. Kemarahan seperti ini dapat mengakibatkan orang diluar kendali, membunuh, mengumpat dengan kata-kata buruk. Sebenarnya orang yang seperti ini ketika melihat wajahnya sendiri akan nampak jelek.

Ketiga adalah naluri terpuji. Kemaahannya sesuai dengan akal dan agama. Kemarahan ini timbul untuk memperbaiki hal yang hina menurut akal dan agama. Mereka marah sesuai kadarnya, akan tetapi kemarahan itu tidak berlanjut, dia mampu meredakan emosinya kembali.

Rasulullah adalah orang yang mempunyai sifat yang ketiga tersebut. Beliau marah ketika yang hak itu dicederai atau menyangkut pada agama. Beliau marah akan tetapi yang keluar dari mulut beliau adalah sesuatu yang hak. Kemarahan Nabi sesuai dengan batas wajar.

Abdulllah bin Amr bin Ash, ia berkata:

يا رسول لله، اكتب عنك كل ما قلت في الغضب و الرضي؟ فقال: اكتب، فو الذي بعثي بالحق نبيا، ما يخرج منه الا حق، و اشار الى لسانه.

Artinya: “Wahai Rasulullah, aku akan mencatat apa yang engkau ucapkan dalam keadaan marah dan keadaan suka. ” Beliau menjawab, “tulislah demi Dzat yang mengutus aku dengan benar sebagai Nabi, tidak akan keluar dari mulut ini kecuali ucapan yang hak.” Beliau mengisyaratkan pada lisannya.

Nabi Muhammad juga pandai mengontrol amarahnya. Beliau tetap berusaha untuk menurunkan tekanan kemarahannya dan memperpendek jangka waktunya dengan cara mengubah posisi, sehingga keadaan juga akan berubah.

Abu Hurairah berkata:

كان رسول لله صل لله عليه و سلم اذا غضب و هو قائم جلس، و إذا غضب و هو جالس اضطجع، فيذهب غضبه.

Artinya: Apabila Rasul marah dalam keadaan berdri, maka beliau akan duduk. Sebaliknya, bila sedang duduk, maka beliau akan berbaring sehingga kemarahan beliau reda.

Kemarahan sejatinya adalah milik manusia, ia adalah akibat dari rangsangan adanya kehinaan atau hal yang tidak ia sukai terjadi pada dirinya. Akan tetapi, sebaik mungkin ia harus menekan kemarahan tersebut agar tidak membabi-buta serta menjadikan kemarahan tersebut sebagai peringatan terhadap objek, sehingga ia bisa berubah. Mereka tidak melakukan perbuatan yang hina kembali.

Nabi pernah berdoa:

اللهم، انا بشر أغضب كما يغضب البشر، فإنما مسلم سببته، او لعنته، او ضربته، فاجعله مني صلاة عليه و زكاة تقربه بها اليك يوم القيامة.

Artinya: Ya Tuhan, aku adalah manusia yang bisa marah sebagaimana marahnya manusia biasa. Maka siapa saja di antara orang Islam yang aku maki-maki atau aku laknati serta aku pukul, maka jadikanlah itu sebagai salat dan zakat yang mendekatkannya kepada-Mu pada hari kiamat.

Doa tersebut mengisyaratkan jika marah yang secara brutal itu tidak dikehendaki dalam agama. Nabi juga pernah marah pada perang uhud, hingga terluka. Akan tetapi beliau ditegur oleh Allah melalui wahyu. Tentu teguran yang ditujukan kepada Nabi tidak menghilangkan kemaksumannya. Hal itu justru menjadikan bukti jika Allah menjaga Nabi dari kesalahan sekecil apapun. Wallahu a’lam.

Disarikan dari Imam al-Hufi, Min Akhlak an-Nabi, (Kairo: t,p., 1994), 165.

Ahmad Fatoni

× Image