Akses Masuk Akan Dibatasi, Bagaimana Sebenarnya Gus Dur Memberlakukan Gedung PBNU?
dokumen republika
NYANTRI--Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) didesain baru oleh kepengurusan ketua umum KH. Yahya Cholil Staquf. Ia menata ulang ruangan-ruangan kantor yang terletak di Jalan Kramat Raya, Kenari, Senen, Jakarta Pusat itu. Namun kali ini warga Nahdlatul Ulama (NU) tak akan lagi bebas keluar masuk gedung sebab akses dibatasi.
Tak seperti sebelum-sebelumnya yang bebas 24 jam dengan berbagai kepentingan dapat keluar masuk ke gedung ini. Kali ini orang yang tidak mempunyai kepentingan sangat penting hanya akan ditemui di ruang lobi lantai satu. Di sana desain ruang tunggu terbuka yang dilengkapi dengan kursi empuk dan kafe. Sejumlah acara NU seperti jumpa pers juga akan digelar di lobi. Oleh karena itu telah dipasang mesin tapping di depan lift sehingga hanya orang yang memiliki akses yang dapat bebas keluar masuk.
Lalu bagaimana dengan mantan ketua umum PBNU tiga periode KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memberlakukan gedung PBNU?
Gus Dur terpilih sebagai ketum PBNU tiga periode yakni pada Muktamar 1984, 1989 dan 1994. Gus Dur dikenal sebagai sosok yang tidak elitis. Ia tetap menerima siapapun tanpa batas-batas tertentu dan dari kelas manapun dan kepentingan apapun di gedung PBNU.
Gus Dur dipandang sebagai sosok penting dalam mereformasi NU. Menurut penuturan asisten Gus Dur Sulaiman, dikutip dari NU Online mengungkapkan bahwa cucu dari pendiri NU Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari itu pernah mempunyai mimpi mambangun gedung PBNU berlantai Sembilan. Dan itu baru terwujud ketika dia menjadi Presiden RI ke-4.
Sejak saat itu, gedung PBNU bisa menampung warga NU selama 24 jam untuk berkegiatan di kantor tersebut. Gedung ini kian ramai oleh para aktivis NU dan menerima semua kalangan dan beragam kepentingan. Warga NU dapat konkow 24 di lantai-lantai gedung PBNU. Dari gedung inilah dan dengan suasana yang humble lahir gagasan-gagasan brilian untuk NU, agama bangsa dan negara termasuk kemanusiaan.
Di ruangan Gus Dur yang di kemudian hari diresmikan sebagai Pojok Gus Dur pada 2011 lalu menjadi tempat keluh kesah masyarakat dengan segala persoalannya.