Kisah Abu Nawas Berdebat tentang Rezeki
Penulis: Dimas Sigit Cahyokusumo (Alumni Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM)
NYANTRI--Alkisah, suatu hari baginda raja mengundang beberapa ulama untuk berkumpul di istananya. Tentu saja Abu Nawas seorang pemuka humor yang penuh dengan nilai-nilai filosofis dan spiritual tidak ketinggalan hadir di dalam pertemuan tersebut. Adapun tujuan baginda raja mengundang para ulama tak lain untuk membahas tentang berbagai masalah sosial dan hukum-hukum keagamaan. Dengan begitu, sang raja masih tetap bisa menimba ilmu dari para ulama-ulama tersebut.
Ulama fiqh menyampaikan keilmuannya, ulama tauhid menyampaikan keilmuannya terkait akidah. Begitu juga dengan ulama tasawuf yang menyampaikan keilmuan terkait masalah-masalah spiritual. Setelah para ulama menyampaikan keilmuannya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kini tibalah giliran Abu Nawas, karena bingung harus menyampaikan apa. Disebabkan Abu Nawas bukan ulama. Abu Nawas pun berkata, “ampun baginda raja, apa yang ingin dengar dari saya? Saya rasa para ulama ini sudah menyampaikan semuannya”. Kalau begitu, sekarang giliran waktunya tanya jawab, ungkap sang raja.
Baginda raja kemudian bertanya kepada Abu Nawas, “Abu Nawas apa yang kau ketahui mengenai rezeki?”. Abu Nawas kemudian menjawab, “kita semua kan meyakini bahwa rezeki datangnya dari Allah Swt. Sebagaimana dalam firmannya, “dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (Surat Hud Ayat 6).
Rezeki itu bisa datang darimana saja baginda raja. Kita sebagai manusia cukup bertawakal dengan benar. Niscaya rezeki akan datang kepada kita. Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biar Allah Swt yang mengurus lainnya. Ini sebagaimana bunyi hadist nabi, “seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, niscaya Dia memberi rezeki kepada kalian sebagaimana burung diberi rezeki, yaitu dia pergi pagi dalam keadaan perut kosong dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang” (Ibnu Majah).
Ternyata pandangan Abu Nawas mengenai rezeki, tidak sependapat dengan para ulama yang hadir. Wahai Abu Nawas, seandainya seekor burung tidak keluar dari sangkarnya. Bagaimana mungkin ia akan mendapatkan rezeki?, tanya salah satu ulama. Untuk mendapatkan rezeki dibutuhkan usaha kerja keras Abu Nawas. Rezeki itu tidak datang sendiri, melainkan harus dicari dan didapatkan melalui sebuah usaha, begitu kata ulama yang lain. Tetapi Abu Nawas bersikeras dengan pendapatnya. Sehingga terjadilah sedikit perdebatan diantara mereka.
Abu Nawas kemudian berkata, “begini saja besok kita kumpul lagi disini dan buktikan pendapat kalian dihadapan baginda raja”. Para ulama ini kemudian sepakat dengan usulan Abu Nawas. Setelah mereka semua pulang, tanpa sengaja mereka melewati sebuah desa yang penduduknya sedang panen buah kurma. Kemudian terbesitlah niatan para ulama untuk membantu warga. Setelah selesai dengan pekerjaannya. Para ulama mendapatkan imbalan beberapa buah kurma. Mereka senang bukan kepalang.
Pada keesoakan harinya, para ulama datang ke istana baginda raja. Dan ternyata Abu Nawas sudah ada disana. Salah satu dari ulama, kemudian berkata kepada baginda raja, “ampun baginda raja kami telah membawa bukti tentang pendapat kami soal rezeki. Kami rasa pendapat Abu Nawas kurang tepat. Justru pendapat kami yang paling tepat”. Mendengar itu, baginda raja pun kemudian bertanya, bukti apa yang kalian bawa? Para ulama segera menunjukkan beberapa buah kurma dan meletakkannya dihadapan Abu Nawas dan baginda raja.
Buah kurma ini kami dapatkan karena kemarin kami bekerja membantu warga panen buah kurma. Jadi mengenai pendapat Abu Nawas yang mengatakan seseorang cukup bertawakal dengan benar nanti rezeki akan datang sendiri. Kami rasa pendapat tersebut kurang tepat, karena rezeki itu harus dicari. Seandainya kami tidak bekerja membantu warga kurma ini tentu tidak akan sampai kepada kami. Sedangkan Abu Nawas kemarin berdiam diri di rumah, apakah Abu Nawas dapat kurma seperti kami?.
Yang kalian katakan itu benar sekali, saya sependapat dengan kalian, ungkap sang raja. Bagaimana denganmu Abu Nawas? Sambil tersenyum Abu Nawas kemudian berkata, “kemarin aku memang hanya di rumah seharian karena aku harus mengerjakan tugasku sebagai guru yang mengajar murid-muridku ilmu agama. Dan hari ini saat kalian bercerita tentang kurma tiba-tiba saya jadi kepingin. Alhamdulillah kalian datang bukan hanya membawa ceritanya saja tapi juga membawa serta buah kurmanya untukku. Bukankah ini juga bagian dari rezeki yang datang tanpa sebab. Sebagimana yang saya ungkapkan, cukup tawakal dengan benar kepada Allah Swt. Niscaya Allah Swt akan berikan rezeki. Lakukan yang menjadi tugasmu. Selanjutnya biar Allah Swt yang mengurus lainnya”.
Saya (Abu Nawas) melakukan tugasku sebagai guru. Lalu Allah Swt mengirim kalian membawakan kurma untukku. Mendengar penjelasan Abu Nawas, mereka semua langsung tertawa satu sama lain tanpa menyalahkan pendapatnya masing-masing.
Baca Artikel Menarik Lainnya: https://nyantri.republika.co.id/posts/197792/ini-10-ormas-islam-terpopuler-di-indonesia
https://nyantri.republika.co.id/posts/198852/kisah-muslim-keturunan-tionghoa-rayakan-imlek