Home > Sejarah

Belajar dari Cut Nyak Dien tentang Kehidupan Rumah Tangga

Cut Nyak Dien salah satu pahlawan nasional, perempuan asal Tanah Rencong
Ilustrasi (wikipedia)
Ilustrasi (wikipedia)

NYANTRI--Cut Nyak Dien adalah pahlawan Indonesia yang tak asing lagi. Perjalanannya banyak diulas dari berbagai sisi kehidupannya diberbagai seminar ataupun literatur. Ia merupakan tokoh perempuan asal Tanah Rencong yang gigih melawan penjajah.

Ia lahir di Lampadang, Aceh pada tahun 1848. Ia putri dari Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang (bangsawan yang memimpin sebuah kenegerian/nanggroe setingkat kabupaten) di VI Mukim Peuka Bada. Neneknya juga seorang uleebalang yakni Teuku Nanta Syekh. Ia adalah orang paling dipercaya Sultan Aceh.

Ada yang perlu diambil pelajaran dari seorang Cut Nyak Dien bagi perempuan-perempuan saat ini. Cut Nyak Dien tak ingin hanya menjadi seorang ibu rumah tangga. Ia tak ingin menjadi penonton ketika Aceh sedang dijajah dan suami-suami mereka mempertaruhkan nyawa.

Hal tersebut dapat disaksikan dari kisah Nyut Nyak Dien yang memberikan syarat kepada Teuku Umar apabila lamarannya ingin diterima. Menurut A. Hasjmy dalam “Wanita Aceh sebagai Negarawan dan Panglima Aceh” disebutkan pada awalnya, Cut Nyak Dien menolak pinangan dari Teuku Umar.

Namun, Cut Nyak Dien akhirnya menerima pinangan tersebut atas desakan para keluarga dan bersedia menjadi istrinya. Kendati demikian, Cut Nyak Dien tidak begitu saja menerima Teuku Umar. Ia mengajukan syarat yaitu bahwa tak ingin menjadi perempuan penjaga rumah tapi diperbolehkan ikut berperang bersama suaminya dan pejuang-pejuang lainnya.

Teuku Umar memenuhi persyaratan tersebut sehingga akhirnya Cut Nyak Dien resmi menjadi istrinya. Atas restu dari suaminya, Cut Nyak Dien terus berada di medan pertempuran baik bersama suaminya maupun pejuang lainnya. Ia dengan gigih berperang untuk mempertahankan tanah airnya dari pejajah.

Teuku Umar merupakan suami kedua Cut Nyak Dien. Suami pertamanya adalah Teuku Ibrahim yang terkenal sebagai Panglima Lamnga. Ia sangat ditakuti oleh Belanda saat itu. Keduanya menikah pada tahun 1868 dan pada tahun 1878 Belanda menyerang Aceh dan pecah peperangan dahsyat dalam sejarah kolonialisme.

Teuku Ibrahim sebagai pemimpin perang dan syahid dalam pertempuran setelah beberapakali berhasil mengalahkan pasukan musuh. Cut Nyak Dien pun hidup menjanda bersama putrinya bernama Cut Nyak Gambang menjadi yatim.

Pada suami keduanya, posisi Teuku Umar juga tak jauh berbeda dengan Teuku Ibrahim. Ia merupakan pejuang dalam melawan penjajah Belanda dan syahid dalam peperangan yang dipimpinnya di Pantai Barat Aceh. Ketika itu, Cut Nyak Dien mengambil alih kepemimpinan perang.

Sejak Teuku Umar wafat, keberadaan Cut Nyak Dien di medan perang pun semakin aktif dan agresif karena menduduki sebagai panglima perang. Ia bertahun-tahun berjihad dan bergerilya dari satu tempat ke tempat yang lain.

Perjuangan tersebut membuat Cut Nyak Dien mengalami buta. Kendati keadaann fisiknya yang cacat, namun tak menyurutkan semangatnya untuk terus melawan penjajah Belanda. Dikisahkan, dalam suatu kesempatan ketika ia terkepung, ia masih sempat melawan perwira Belanda yang ingin menjamahnya.

Pada 4 November 1905, Cut Nyak Dien ditawan oleh pasukan Belanda yang dipimpin Letnan Van Vuuren atas perintah Kapten Veltman. Dari dalam tawanan, Cut Nyak Dien tetap mengkomandoi peperangan melawan Belanda.

Cut Nyak Dien kemudian diasingkan ke Pulau Jawa, tepatnya di Sumedang, Jawa Barat. Pada 6 November 1908 wafat. Kematiannya juga mengakhiri perlawanannya terhadap pasukan Belanda. Ia menyusul kedua suaminya yang syahid lebih dahulu.

Cut Nyak Dien adalah satu contoh pahlawan nasional asal Aceh yang berasal dari kalangan perempuan. Banyak srikandi-srikandi Aceh baik yang terkenal maupun tidak. Seperti Ratu Naqiatuddin, Ratu Zakiatuddin Inayat Syah dan Ratu Kalamat Syah.

Srikandi-srikandi dari Tanah Rencong menjadi pejuang dari berbagai posisi. Ada yang lewat pemerintahan dengan menjadi pemimpin pemerintahan adapula yang mereka berjuang sebagai prajurit militer.

× Image