Penjelasan Jual Hewan yang Dagingnya Haram Dimakan
JAKARTA,NYANTRINEWS.ID,--Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka merencanakan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) larangan mengonsumsi daging anjing meskipun telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor TN.38/597/2024 Tentang Himbauan Konsumsi Produk Pangan Asal Hewan yang Aman dan Sehat di Kota Solo agar para pedagang dapat ancang-ancang beralih ke daging yang layak dikonsumsi.
Daging Anjing termasuk daging yang haram dikonsumsi. Meskipun tidak disebutkan di dalam al-Quran namun dijelaskan di dalam hadis. Karena itu haram bagi umat Islam mengonsumsinya. Bagaimana kalau menjual hewan yang dagingnya haram di makan?
Ahli tafsir al-Quran, Prof Quraish Shihab dalam bukunya "Menjawab ?...1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui" menjelaskan pada prinsipnya segala sesuatu yang dilarang agama harus dihindari. Meskipun Al-Quran menghalalkan jual beli, kata Prof Quraish, hadis-hadis Nabi menjelaskan beberapa pengecualian antara lain dilarang menjual barang-barang yang najis seperti minuman keras, babi dan bangkai.
Kendati demikian, Prof Quraish mengungkapkan ada beberapa pendapat yang menerangkan bahwa sesuatu yang haram bisa jadi boleh dikonsumsi atau digunakan. Dan ada prinsip umum yang dipegang oleh beberapa ulama bahwa apabila terdapat sekian banyak manfaat yang dapat digunakan pada sesuatu dan terdapat di antaranya yang diharamkan, maka memanfaatkannya (termasuk memperjual belikan) untuk tujuan memanfaatkan yang tidak haram menjadi boleh-boleh saja.
Prinsip tersebut menjadikan sebagian ulama membolehkan menjual bangkai, minuman keras dan lemak babi apabila itu digunakan bukan untuk dimakan dan selama ada manfaat yang dibenarkan dalam penggunaannya.
Dan Ibnu Rusyd, dalam kitabnya Bidayah al-Mujtahid menyebutkan bahwa sahabat-sahabat Nabi seperti Ali bin Abi Thalib, Ibnu 'Abbas dan Ibnu 'Umar membolehkan memperjualbelikan minyak yang najis apabila digunakan sebagai (minyak) penerang. Namun Madzhab Maliki membenarkan jika minyak najis digunakan sebagai alat penerang tapi mengharamkan memperjualbelikannya. Ini artinya ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jual beli barang najis.