Home > Fiqih

Ini Syarat Taubat Menurut Ulama Agar Diterima

Setiap Individu tak pernah luput dari kesalahan. Allah mengampuni setiap makhluknya yang benar-benar ingin bertaubat
Sumber Foto: Republika
Sumber Foto: Republika

NYANTRI--Setiap individu tak pernah luput dari kesalahan baik disengaja atau tidak. Sebab manusia bukan makhluk yang sempurna di muka bumi ini. Maka dari itu setiap diri manusia pasti melakukan dosa baik besar maupun kecil. Kendati demikian, Allah adalah dzat maha pengampun dan penyayang. Allah akan mengampuni setiap makhluknya yang benar-benar ingin bertaubat.

Seorang muslim diberikan petunjuk oleh Allah ketika mereka berada dalam jalan yang salah. Maka ia diperintahkan untuk kembali ke jalan yang lurus (Shirat al-Mustaqim) yaitu jalan bagi orang-orang yang bertakwa. Dalam surat al-Baqarah dijelaskan tentang kategori orang-orang yang dikatakan bertakwa, diantaranya adalah percaya kepada hal yang ghaib. Mengejarkan solat, iman terhadap al-Qur’an beserta isinya dan lain-lain. Maka jika melenceng dari apa yang diperintahkan oleh Allah, seperti orang kafir, dan orang yang bermaksiat. Maka ia akan mendapatkan tempat di neraka.

Namun Allah adalah Dzat Yang Maha Pemaaf (Ghafur). Allah memerintahkan kepada manusia untuk kembali kepada jalan-Nya jika terjerumus kepada dosa. Salah satu jalannya adalah dengan cara bertaubat.

Dalam Kitab Risalah al-Qusyairiyah dijelaskan bahwa pengertian taubat dalam bahasa arab adalah al-Ruju’ (kembali) yaitu berasal dari akar kata Taaba-yatuubu. Sedangkan dalam pengertian syara, taubah adalah kembali dari sesuatu yang tercela kepada sesuatu yang terpuji menurut hukum syar’i. Taubat itu bisa juga dikatakan sebuah penyesalan seorang hamba yang melakukan dosa. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadith an-nadmu taubatun (Penyesalan itu adalah taubat).

(Imam Abi al-Qasim al-Qusyairy, al-Risalah al-Qusyairiyah, Jakarta, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2011), 127.

Pada dasarnya Allah memerintahkan kita untuk bertaubat karena manusia itu tidak luput dari salah dan dosa. Para Nabi saja pernah melakukan dosa, seperti cerita Nabi Adam dan hawa yang diusir dari surga sebab keduanya memakan buah khuldi. Kemudian mereka berdua bertaubat (Baca surat thaha ayat 120-122). Maka tidak heran di era digital saat ini, manusia tidak lepas dari tontonan dan kabar yang membuat kita terjerumus ke dalam dosa. Naudzu billahi min dzalik.

Bahkan Rasulullah sendiri dalam sebuah riwayat mencontohkan kepada umatnya bahwa ia sendiri setiap hari bertaubat kepada Allah sebanyak seratus kali. Dalam sebuah hadith dalam Shahih Muslim:

توبوا الى الله فإني أتوب اليه كل يوم مائة مرة

Bertaubatlah kalian semua kepada Allah, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya setiap hari sebanyak seratus kali

(Syeikh Abu Bakar Syatha, Kifayah al-Itqiya’ wa Minhaj al-Ishfiya, (Beirut, DKI, 2015), 45)

Maka malu-lah seorang hamba biasa tidak bertaubat kepadanya, tidak menyesal terhadap kesalahan yang telah dilakukan. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang tidak pernah melakukan salah sekaligus dijaga dari perbuatan dosa (ma’shum), bahkan beliau sudah dijamin untuk masuk surga. Seyogyanya, beliau tidak perlu untuk bertaubat. Apalagi sampai seratus kali dalam sehari. Hal itu hanya sebagai cermin bagi umatnya kelak.

Tiga syarat menurut ulama ahlussunnah wa al-jamaah. Dalam hal ini kami mengambil dari kitab tasawwuf, yaitu Risalatul Qushairiyah yang sering dikaji di kalangan pesantren tentang syarat-syarat bertaubat. Seperti redaksi di bawah ini.

شرط التوبة حتى تصح ثلاثة اشياء: الندم على ما عمل من المخالفات، و ترك الزلة في الحال، و العزم على ان لا يعود إلى مثل ما عمل من المعاصي. فهذه الاركان لا بد منها، حتى تصح توبته.

Bahwa syarat taubah sampai sah taubat tersebut itu ada tiga perkara. Pertama menyesali dari kesalahan yang telah ia lakukan. Kedua, meninggalkan kesalahan dalam keadaan apapun dan ketiga menetapkan atau berjanji tidak akan mengulangi perbuatan maksiat yang serupa. Maka rukun-rukun ini adalah wajib, agar taubatnya menjadi sah

(Imam Abi al-Qasim al-Qusyairy, al-Risalah al-Qusyairiyah, Jakarta, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2011, 127.)

Ada satu tambahan dalam kitab Kifayat Al-Atqiya halaman 46 bahwa:

و البراءة من جميع حقوق الآدميين

Seseorang harus bebas dari semua hak-hak adamy,

(Syeikh Abu Bakar Syatha, Kifayah al-Itqiya’ wa Minhaj al-Ishfiya, Beirut, DKI, 2015, 46)

Merujuk pada keterangan di atas, jika syarat tersebut dipenuhi, taubat kita akan diterima oleh Allah subhana wa ta’ala. Namun tidak ada salahnya agar terhindar dari adanya dosa yang masih ada dalam diri kita, hendaknya bertaubat dan beristighfar kepada Allah setiap hari. Karena manusia terkadang tidak menyadari ia telah melakukan dosa kepada Allah. Wallahu a’lam

Penulis: Ahmad Fatoni

× Image