Humor Santri (3): Santri Qadha' dan Sorogan
NYANTRI--Besok pagi adalah hari Selasa, ada jadwal sorogan untuk Musta'in kepada Abah setelah solat subuh. Dia akan Sorogan bersama Cak Aris. Cak Aris tak ada bedanya dengan Musta'in. Sama-sama susah dibangunin. Namun Cak Aris tak secerdik Musta'in dalam hal mengelabuhi pengurus Ma'arif.
Kebetulan Cak Aris dan Musta'in sama-sama lupa jika besok paginya ada jadwal setor baca kitab kepada Abah. Seperti biasa Musta'in sudah menyiapkan skenario untuk mengelabuhi Pengurus Harian. Sementara Cak Aris tidur pulas di belakang lemari. Malamnya ia begadang bersama temannya.
Adzan Subuh telah berkumandang, para santri dikagetkan dengan riuh pengurus Ma'arif. Menggedor pintu, menabuh ketimpring dan teriakan mereka yang nyaring. Musta'in bangun, tapi dia pura-pura sakit, ia memakai selimut tebal di badannya dan kepalanya diikat dengan serban. Ya seperti biasa dia sering mengelabuhi. Kali ini bukan karena malas, dia memang sedang ngantuk karena begadang semalam bersama Cak Aris. Cak Aris orang Jawa yang suka mistis, kadang mendadak ahli dalam bidang psikiater. Musta'in mendengarkan cerita pengalamannya bertemu dengan pasien yang aneh-aneh. Sampai ia haru menghabiskan malam tanpa tidur.
Semua santri sudah turun ke Musholla, tinggal Cak Aris dan Musta'in yang belum turun ke bawah. Sampai matahari sudah naik ke permukaan. Seorang pengurus membangunkan Mereka berdua.
"Kang, sampean ditimbali Abah." Ucap seorang santri, menepuk lirih bahu Musta'in dan Cak Aris.
Hal itu tak mempengaruhi mereka berdua. Bahkan tak satu pun dari mereka menggerakkan tubuhnya. Kemudian santri tersebut turun. Tak lama kemudian seorang santri lain datang, ia membawa gayung berisi air. Sepertinya, dia tahu jika Musta'in adalah santri yang sudah sekali dibangunin jika saat pagi. Dia masuk ke kamar, melihat Musta'in masih dengan selimut.
Musta'in lambat laun membuka matanya karena ada cipratan air di wajahnya, begitu juga dengan Cak Aris yang bersembunyi di belakang lemari. Mereka berdua kemudian bangun dan duduk dengan setengah sadar.
"Kang, sampean ditimbali Abah, jadwal sorogan." Ucapnya singkat. Lalu dia pergi dan turun lagi.
Di luar sudah terang, matahari sudah meninggi. Anak-anak yang mengaji Al-Qur'an sudah bubar, begitu juga yang sorogan dengan Abah. Tak ada seorang dan suara sedikit-pun di Musollah. Musta'in turun dari tangga, sembari memasang kopyah. Baju ia tenggerkan di bajunya. Di tangannya ia pegang kitab Fathul Qarib, setelah solat Qadha' ia langsung sorogan ke Abah. Sementata Cak Aris masih di kamarnya, sepertinya dia sedang mengembalikan separuh dari sukmanya.
Setelah mengambil wudhu, Musta'in berjalan ke Musholla, Abah tak ada di sana. Mungkin Abah sedang ke kantor, biasanya dia membaca koran atau buku di sana. Lalu dia solat Qadla' subuh mumpung keadaan lagi sepi. "Allahu Akbar" ucapnya. Cahaya matahari dari sela lubang tangga pondok jatuh ke punggungnya. Saat itu Abah datang. Menempati bangku kecil yang dipersiapkan pengurus. Ia duduk menunggui Musta'in.
Selesai solat, Cak Aris baru turun dari tangga. Membawa kitab, memasang kancing bajunya yang kusut. Wajahnya awut-awutan. Dengan santai duduk di depan Abah, setelah itu menyusul Musta'in di belakangnya.
Cak Aris membuka kitabnya, lalu maju lebih dulu.
"Bismillahirrahmanirrahim." Ucap Cak Aris.
"Aris sudah qadha' solat?" Tanya Abah yang curiga. Sebab, ia tahu Musta'in tadi sedang solat Qadha'. Sementara beliau melihat wajah Cak Aris masih semrawut. Masih banyak kotoran di pojok kelopak matanya.
Cak Aris masih diam. Sepertinya dia malu.
"Aris, kamu sudah Qadha'?"
Cak Aris malu, ketahuan belum solat. "Dereng Abah."
"Sana solat qadha' subuh dulu."
Di belakang, Musta'in menahan tawa cekikikan. Sementara Musta'in pun mundur dan pergi mengambil wudhu.