Hukum Bacaan Takbir di Awal Surat Dhuha Sampai Akhir Surah
NYANTRI--Hukum takbir adalah sunnah dibaca ketika khatam al-Qur’an. Hal ini diriwayatkan melalui hadith musalsal. Sebagian dari Ulama Makkah meriwayatkan bahwa takbir dibacakan di antara semua surat al-Qur’an. Namun lafadz takbir bukan-lah bagian dari al-Qur’an. Hanya sebatas dzikir agung, yang mana hukum syara’ menetapkannya karena adanya khabr yang memerintahkannya, seperti ditetapkan membaca lafadz isti’adzah ketika seseorang hendak membaca al-Qur’an. Maka dari itu, lafadz takbir tersebut tidak ditulis dalam mushaf manapun.
Sebab disayari’atkannya membaca takbir ini, Jumhur Ulama dari kalangan mufassir dan para ahli qira’ah berkata karena lamanya wahyu tidak turun kepada Rasulullah, yaitu ada yang mengatakan dua belas hari, lima belas hari dan bahkan empat puluh hari. Lantas, Rasulullah mendapatkan pertanyaan yang menyakitkan dari orang-orang musyrik, mereka mengatakan jika Nabi Muhammad sudah ditinggal oleh Tuhannya. Sebab itu, orang-orang membenci Rasul dan mengusirnya. Kemudian datang-lah malaikat Jibril sembari membawa wahyu “wadduhaa wallaili” dan seterusnya. Rasulullah mengucapkan Allahu Akbar sebagai pembenaran untuk sesuatu yang telah datang dari malaikat dan membungkam kebohongan orang-orang kafir atas kata-katanya. Nabi membaca takbir ketika Malaikat Jibril selesai membaca surat al-Duha, tepatnya dibacakan pada saat akhir bacaan Malaikat Jibril dan awal bacaan Nabi Muhammad. Sebenarnya, adanya takbir tersebut sebagai pengagungan terhadap Allah.
Ulama berbeda pendapat terkait terlambatnya wahyu datang kepada Rasulullah, salah satunya adalah, ketika seorang Yahudi bertanya kepada orang Quraisy tentang Ruh, ashhabul kahfi dan Dzul Qarnain. Kemudian Orang-orang Quraish mengadu kepada Rasulullah. Rasulullah bersabda: datanglah besok kepadaku setelah itu kabarkan kepada mereka. Namun Rasulullah lupa tidak mengatakan Insyaallah, maka terputuslah wahyu beberapa saat. Hemat penulis, inilah alasan kenapa takbir dibacakan di semua surat.
Dikatakan bahwa Rasulullah mengucapkan takbir karena senang dan bahagia terhadap nikmat yang Allah berikan karena turunnya Surat al-Dhuha, khususnya, nikmat dari firman Allah.
Mengenai sumber disayariatkannya takbir ini, para huffadz bersepakat bahwa tidak satu pun ulama yang menyambungkan riwayat disyariatkannya takbir sampai kepada Nabi kecuali Imam al-Bazzy, yang diriwayatkan dari berbagai sanad:
أنه قال سمعت عكرمة بن سليمان يقول: قرأت على إسماعيل بن عبد الله المكى فلما بلغت الضحى قال لي: كبر عند خاتمة كل سورة حتى تختم فإني قرأت على عبد الله بن كثير فأمرني بذلك و أخبرني ابن كثير أنه قرأ على مجاهد فأمره بذلك و أخبر مجاهد أنه قرأ على عبد الله بن عباس فأمره بذلك، و أخبره إبن عباس انه قرأ على أبي بن كعب فأمره بذلك و أخبره أبي أنه قرأ على النبي فأمره بذلك
“Bahwa dia berkata aku mendengar Ikrimah bin Sulaiman berkata: aku membacakan al-Qur’an dihadapan Ismail bin ‘Abdullah al-Makki, maka ketika sampai pada surat al-Duha ia berkata kepadaku: Bertakbirlah ketika selesai setiap surat sampai khatam, karena sesungguhnya aku membaca di hadapan Abdullah bin Abi Kathir, ia memerintahkanku seperti itu. Ibn Kathir mengabarkan kepadaku bahwa sesungguhnya ia membaca di hadapan Mujahid, ia memerintah demikian. Mujahid mengabarkan bahwa ia membaca di hadapan Abdullah ibn ‘Abbaz, ia memerintahkan demikian. Ibnu ‘Abbaz mengabarkan kepadanya bahwa ia membaca di hadapan Ubay bin ka’ab, Ubay bin Ka’ab memerintah demikian dan ia mengabarkan kepada Ibnu Abbaz bahwa ia membaca dihadapan Rasulullah, kemudian Rasulullah memerintahkan demikian.”
Imam al-Hakim meriwayatkan hadith ini di dalam kitab Mustadraknya dari shahih Bukhari dan Muslim dari Abi Yahya Muhammad bin ‘Abdullah bin Yazid, seorang Imam di Makkah dari Muhammad bin Ali bin al-Shaigh dari Imam al-Bazzy, dia berkata: Hadith ini Shahih dilihat dari sanadnya, namun Imam Muslim dan Bukhari tidak mengeluarkannya dalam kitab keduanya. Sedangkan riwayat tentang perintah membaca takbir dari selain Imam al-Bazzy berhenti pada rawi Ibnu ‘Abbaz saja. Tidak sampai kepada Rasulullah.
Adapun Shighat dari takbir tersebut berbeda pendapat. Namun takbir yang disepakati para ulama adalah “الله أكبر (Allahu Akbar)” yang dibacakan sebelum lafadz basmalah tanpa menambah tahlil dan tahmid. Pendapat ini disandarkan pada pendapat Imam al-Bazzy dan Qumbul. Pendapat yang lain menambahkan lafadz tahlil, yaitu “لا إله الا الله الله أكبر (lailaaha illallahu allahu akbar)” dan ada yang menambahkan lagi dengan lafadz tahmid. “لا إله اله الا الله و الله أكبر و لله الحمد (lailaaha illallahu allahu allahu akbar wa lillahil hamd)” Pendapat terakhir ini yang sering diamalkan oleh para masyayikh dan banyak orang lainnya, meskipun tidak ada dalam kitab yang mereka baca, akan tetapi membaca kalimat tersebut dengan tujuan memperpanjang kalam agar merasakan kenikmatan dari berdzikir kepada Allah ketika mengkhatamkan al-Qur’an.
Selanjutnya, kapan takbir itu dibaca? Ulama juga berbeda pendat tentang hal ini. Ada ulama yang berpendapat bahwa awal pembacaan takbir dimulai dari awal surat al-Insyirah, ada juga yang mengatakan dari awal surat al-Dhuha. Sedangkan mengenai akhir membaca takbir, kedua pendapat di atas sepakat di awal surat al-Nas. Adanya perbedaan pendapat ini karena cerita Nabi ketika mendapat wahyu dari Jibril. Takbir Nabi diucapan di akhri bacaan malaikat Jibril terhadap surat al-Dhuha dan awal dari bacaan Nabi Muhammad. Sehingga para Ulama berbeda pendapat apakah mengikuti takbir setelah surat al-Dhuha yang dibacakan malaikat Jibril atau mengikuti takbir di awal surat al-Dhuha yang dibacakan oleh Nabi sendiri. Wallahu a’lam.
{Diambil dari kitab Muhammad Makky, Nihayah al-Qaul al-Mufid fi Ilm al-Tajwid, (t.tp, Maktabah al-Shafa, 1999), 291-295}
Penulis: Ahmad Fatoni