Saat Gus Amanullah Menjahili Santri dengan Suara Ghaib: Kowe Njaluk Opo, Ngger?
NYANTRI--Selain KH. Abdurrahman Wahid, terdapat Kiai lain yang sangat kocak ketika mondok di Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang asuhan Kiai Chudlori. Salah satunya adalah Gus Aman, beliau wafat pada tahun 2007. Para santrinya mengenalnya dengan KH. Amanullah Abdurrahim, dengan panggilan Kiai Abdurrahim.
Kiai Abdurrahim merupakan pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang di masa hidupnya. Di masa mudanya, keponakan dari KH. Abdul Wahab Chasbullah (salah satu pendiri NU generasi pertama) , pernah mengusili seorang santri di Pondok Tegalrejo. Meskipun dia adalah seorang Gus dan berasal dari keluarga Kiai besar, lantas tidak menjadikannya mendapat tempat istimewa di pondok. Ia tetap mendapat fasilitas sama dengan yang lainnya, sehingga ikut berbaur dengan santri lainnya.
Di Pondok Pesantren Tegalrejo tidak sekali Gus Aman menemukan santri yang melakukan wiridan di dekat Mihrab, ruangan kecil yang biasa digunakan Imam.
Ada satu santri yang ia perhatikan melakukan wiridan, tidak hanya satu malam, tetapi hampir setiap malam. Ia pun mempunyai ide untuk mengusili santri tersebut. Pada malam berikutnya, Gus Aman memperhatikan santri itu kembali lagi berangkat ke masjid pondok pada dini hari. Lantas Gus Aman pun berangkat menuju belakang masjid, ia naik ke tumpukkan kayu dan mengintip dari lubang ventilasi mihrab. Dari lubang itu, ia melihat si santri telah melakukan wiridan mihrab. Ketika sudah nampak khusyuk sekali, kepalanya bergoyang ke kiri dan kanan. Kemudian ia menarik napasnya dalam-dalam, lalu dengan suara yang diberat-beratkan dan sedikit bergetar, ia kemudian berkata kencang sekali dari lubang ventilasi. "Kowe Njaluk opo, Ngger?" 'kamu minta apa, Cucuku?'
Awalnya si santri kaget, dia melihat ke sekitar apakah ada orang lain lagi selain dirinya, ternyata tidak ada. Suara itu juga meyakinkan, karena begitu menggema, seakan-akan itu adalah berasal dari hatinya. Kemudian dia yakin jika itu benar-benar berasal dari suara ghaib.
Merasa mendapat Ilham, ia menangis sejadi-jadinya dan berkata dengan kencang. "Ya Allah, saya mohon ilmu yang bermanfaat, akal yang jernih, rezeki yang banyak dan derajat yang tinggi."
Permohonan lainnya menyusul dari mulut si santri, dia seakan-akan berhadapan langsung dengan Sang Pencipta Alam. Tangis haru dan takut bercampur jadi satu. Sementara Gus Aman menahan tawanya sebisa mungkin agar tidak ketahuan.
Setelah semua permohonan disampaikan, keadaan kembali sunyi. Sampai kemudian terdengar lagi suara yang menggetarkan.
"Iyo, Ngger. Tak sembadani opi sing mbok karepke!" 'Iya, Cucuku. Aku kabulkan apa yang kamu mau!' begitulah suara yang terdengar dari balik mihrab, yang tentunya adalah suara Gus Aman yang usil.
Begitu percayanya seoranga santri tersebut, ia menangis tak henti-henti, bahkan ia sujud syukur dan air matanya membasahi karpet tempat dia sujud. " Terima kasih, Tuhan. Terima kasih." Ucapnya dengan haru.
Sementara santri melanjutkan solat malam sampai datang subuh. Sementara Gus Aman selepasa solat subuh kembali ke pondok untuk tidur. Siang harinya, Gus Aman dan si santri berpapasan, ia tersenyum-senyum.
"Ada apa, Man, lihat-lihat?" Tanya si santri yang memang satu angkatan dengannya.
Gus Aman berusaha untuk tidak tertawa. Ia tahan sebisa mungkin. Dengan suara yang sama dengan malam dini hari tadi, Gus Aman kemudian berkata, "kowe njaluk opo, Gerrr?"
Adegan selanjutnya sudah bisa ditebak. Dua santri itu kejar-kejaran di halam Pondok Tegalrejo. Santri tersebut membawa pentungan yang menyasar Gus Aman.
Sumber: Dari Balik Pesantren karya Ahmad Khadafi
Penulis: Ahmad Fatoni