Bagaimana Gus Dur Tampilkan Islam Ramah?
NYANTRI--Beberapa tahun terakhir mata kita dipertontonkan oleh aksi-aksi saling larang mengisi pengajian di suatu tempat oleh kelompok tertentu. Atau kita juga sering menyaksikan kelompok atau ustaz tertentu mengolok-olok ustaz atau ulama lainnya. Belum lagi khotbah-khotbah atau tausiyah-tausiyah yang dengan mudahnya mengajak orang-orang untuk berjihad sehingga bagi orang awam makna jihad akan dimaknai sebagai tindakan berperang atau kekerasan.
Jika saling larang mengisi ceramah masih terjadi? Atau tetap maraknya tausiyah yang mengarah kepada kekerasan masih berlangsung, bagaimana cara menjelaskan kepada dunia tentang Islam yang ramah bukan Islam marah?
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mempunyai pandangan tentang jihad. Menurutnya jihad harus dimaknai secara benar dan proporsional. Sebagaimana dikutip dari buku “Karena Kau Manusia, Sayangi Manusia” karya Dr. H. Abdul Wahid, menurut Gus Dur jika mengacu kepada asal kata Jihad yaitu juhd dan jahd. Arti dari dua kata tersebut yakni kesungguhan untuk mengatasi kesulitan.
Oleh karena itu, jihad tidak melulu diartikan sebagai perang tetapi bagaimana berjunag mewujudkan kedamainan dengan cara yang bijak. Gus Dur juga mengatakan bahwa orang yang mencintai Islam maka, ia akan mengindari tindakan yang mengarah kepada kekerasan. Hal tersebut sesuai dengan ajaran di dalam Islam itu sendiri. Bahkan Muslim hanya diperbolehkan untuk mempertahankan diri jika diusir dari rumah mereka.
Meskipun peperangan terpaksa dilakukan, menurut Gus Dur harus dilakukan dengan cara tidak membabibuta. Di dalam Islam ada etika dalam berperang diantaranya dilarang menyerang anak-anak, tua renta, perempuan. Lalu tak boleh membunuh warga sipil dan menghancurkan rumah ibadah serta merusakan ekosistem alam seperti tumbuhan dan air.