Hapus Madrasah dari Sisdiknas, Berarti Ajak 'Gelut' Rakyat hingga Wapres KH. Ma'ruf Amin
Sumber Foto: Republika
NYANTRI--Halo sahabat semua. Membaca trending topic di twitter tentang polemic draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang disusun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan penulis jadi ikutan tergelitik. Konon, madrasah tak masuk ke dalam draf tersebut. Mengapa penulis bilang konon karena belum dipastikan bahwa madrasah benar-benar akan dihapus.
Madrasah sudah tumbuh subur di Indonesia. Bahkan di Madura, Jawa Timur, madrasah layaknya pendidikan wajib yang harus ditempuh oleh setiap anak. Apa alasan orang tua memasukkan anak-anaknya ke madrasah daripada pendidikan seperti SD, SMP atau SMA? Sederhananya karena di madrasah porsi belajar agama sangat besar. Pendidikan akhlak lebih terkontrol. Hal tersebut tak lepas dari madrasah sebagai turunan dari pesantren. Meskipun ada juga Madrasah Negeri milik pemerintah. Tetapi konsep pendidikannya meniru madrasah yang dikelola pesantren. Itu baru alasan sederhana yang penulis alami dulu.
Pernah dengar desas-desus di kampung saya dulu bahwa banyak SD yang kekurangan murid sehingga guru-gururnya turun ke bawah mencar peserta didik. Penyebabnya banyak anak-anak memilih disekolahkan ke madrasah. Dan kasus seperti itu rupanya ditemui di beberapa daerah di Madura. Dengan tumbuh suburnya madrasah di Indonesia, Kemendikbud jelas akan kenak semprot oleh ratusan ribu bahkan puluhan juta alumni madrasah yang kini banyak menjadi pejabat penting di negeri ini mulai dari menteri hingga Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin yang juga alumni madrasah.
Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) Nadirsyah Hosen dalam sebuah pengantar buku Peradaban Sarung menulis kebanyakan sekolah modern telah mencabut akar-akar kemanusiaan. Justru di pesantren mengembalikan kemanusiaan kita. Nadirsyah menambahkan moralitas dan karakter sangat jarang diajarkan di sekolah-sekolah sejak gelombang modernitas memasuki setiap sendi kehidupan. Namun di pesantren, kiai selalu mengajarkan santrinya agar hidup sederhana. Dan ajaran itu turut ditekankan ke dalam sistem pendidikan madrasah mereka.
“Ketika sekolah hanya hanya mengajarkan kecerdasan teknokratis, bukan kecerdasan emansipatoris yang membebaskan dan memanusiakan manusia, pesantren justru sebaliknya. Usaha untuk tetap warasa dan menjadi manusia adalah usaha rintisan pesantren yang tetap lestari hingga kini,” kata Nadirsyah.