Doa ketika Rasulullah Selesai Makan
Sumber foto: Republika
NYANTRI--Makan adalah kegiatan penting dalam hidup seserang, jika idak makan, maka manusia tidak mempunyai tenaga yang kuat, termasuk mendukung untuk bekerja, berhubungan dengan kerabat dan tetangga bahkan beribadah kepada Allah. Maka, seseorang diperintahkan untuk memilih makanan yang halal dan baik yang telah Allah sediakan di bumi sebagai habitat hidupnya. Allah berfirman dalam al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa seseorang harus makanan yang halal dan baik. Selain itu tidak boleh mengikuti langkah setan. Maka seharusnya dalam melakukan apapun, harus diawali dengan niat yang baik dan diakhiri dengan puji kepada Allah. Dalam hal ini, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya dalam berdoa ketika selesai makan. Abi Zakariya Muhyiddin Yahya al-Nawawi mengutip hadith riwayat Abi Sa’id al-Khadri Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad sallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika selesai makan, beliau berucap:
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مِنَ المُسْلِمِيْنَ
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan telah memberi kami minum, dan menjadikan kami termasuk orang yang patuh.”
Hadith tersebut dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, al-tirmidzi, Ibn Majah dan Imam An-Nasa’i. Tergolong hadith Hasan.
Doa ini seringkali dipraktekkan oleh umat islam dalam keseharianya untuk selalu bersyukur dan memuji dzat Allah sebagai pemberi rizqi, utama berupa kepatuhan sebagai orang muslim. Lawami’ al-Anwar menjelaskan yang dimaksud dengan kata “menjadikan kami seorang yang patuh (muslim)” karena menjadikannya termasuk orang yang memuji atas nikmat dunia dan akhirat serta nikmat kecil dan besar. Wallahu a’lam
Sumber: Abi Zakariya Muhyiddin Yahya an-Nawawi, Lawami’ al-Anwar, (Bairut: Dar Ibn Kathir, 2014), 205
Penulis: Ahmad Fatoni