Jejak Jalaluddin Rumi di Yogyakarta
Oleh: Dimas Sigit Cahyokusumo, Alumni Program Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM
NYANTRI--Bagi pengamal tarekat dan penikmat tasawuf, nama Maulana Jalaluddin Rumi mungkin sudah tidak asing lagi. Jalaluddin Rumi merupakan sosok legendaris dalam dunia sufisme yang dikenal sebagai ‘perajut’ syair-syair cinta. Syair cintanya mampu menghipnotis seluruh orang di dunia. Bahkan meski seseorang tidak memahami ajarannya, setidaknya pernah mengutip kata-kata Jalauddin Rumi untuk tujuan caption.
Jalaluddin Rumi lahir pada tanggal 30 September tahun 1207 Masehi di Balkh (sekarang masuk wilayah Afganistan). Orang tuannya adalah warga Persia. Ayahnya Bernama Bahaduddin Walad, yang merupakan seorang ahli ilmu agama, hukum, dan juga ahli kebatinan. Sedangkan ibunya bernama Mumina Khatun. Sejak masih muda Jalaluddin Rumi telah mempelajari banyak ilmu spiritual dan rahasia tentang jiwa.
Setelah ditinggal sang ayah pada tahun 1231, Jalaluddin Rumi melanjutkan posisi sang ayah sebagai guru agama. Selain itu, Jalaluddin Rumi juga menjadi seorang imam dan penceramah di Konya. Ketika itu, usia Jalaluddin Rumi menginjak 24 tahun. Meski masih muda, ia telah berhasil membuktikan bahwa dirinya merupakan seorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan lagi mendalam tentang agama.
Baca Juga: https://nyantri.republika.co.id/posts/201586/ketika-abu-nawas-jawab-pertanyaan-siapa-pencipta-tuhan
Selama hidup Jalaluddin Rumi telah menghasilkan banyak karya, salah satunya adalah Matsnawi. Selain menghasilkan banyak karya, Jalaluddin Rumi juga sering melakukan perjalanan dakwah untuk menyebarkan ajaran-ajarannya. Bahkan dakwahnya sampai ke tanah Mataram, yang saat ini dikenal dengan Yogyakarta. Mungkin “kamu nanya?” dan “bertanya-tanya”, kok bisa, Jalaluddin Rumi berdakwah sampai ke tanah Mataram.